Rabu, 25 Februari 2009

AGAMA PRIMITIF”

AGAMA PRIMITIF”

Agama adalah bagian hidup  manusia yang sangat  penting.  Manusia adalah makhluk beragama (homo religious), tegasnya bahwa manusia dilahirkan dengan pembawaan agama pendapat ini di dukung oleh fisikawan terkenal seperti Einstein dan wiliam james seorang filosof dan ahli pisikologi agama dari amerika. Memang, diskusi tentang agama selalu membawa kesimpulan bahwa agama menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan manusia baik perorangan atau kelompok, baik dipandang positif atau negative.

Dalam pandangan sarjana barat yang di dasarkan kepada penelitian-penelitian empiris dan ilmiah tersebut sejalan dengan pandangan berbagai agama seperti yang terdapat dalam berbagai kitab sucinya. Dalam islam, misalnya ditemukan konsep fitrah. Kata ini dari segi bahasa adalah penciptaan, watak, tempramen, karakter, pembawaan atau instink dan dapat ditemukan dalam al-Quran dan hadis. Dalam Q.S 30:30, misalnya, Allah berfirman yang artinya “hadapkanlah wajahmu  dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang menciptakan manusian menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam fitrah Allah . (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”. Menurut sebahagian ahli tafsir, istilah “fitrah Allah” dalam ayat tadi adalah ciptaan Allah, dalam arti bahwa manusia diciptakan memiliki potensi beragama monoteistik. Dalam hadis yang sangat terkenal,  sebuah sabda nabi yang menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Artinya, setiap orang memiliki potensi beragama yang inheren dalam dirinya. Jika ada orang yang tidak beragama atau menolak dam membencinya, maka hal itu merupakan penyimpangan, tidak wajar dan hanya bisa terjadi karena adanya factor-faktor tertentu.

Perkembangan potensi beragama sangat bergantung pada berbagai factor, terutama yang terdapat dalam lingkungan keluarga. Sejarah memperlihatkan bahwa karena factor-faktor tertentu manusian seringkali mengingkari fitrah beragama tadi. Ia berusaha mengalihkan potensi-potensi keberagamaan dalam dirinya pada sesuatu yang menyalahi nilai-nilai agama.

Definisi Agama

Agama selalu diterima dan di alami secara subjektif. Oleh karena itu, orang sering mendefinisikan agama menurut pengalamannya pada agama yang dianutnya. Mukti Ali mantan mentri agama Indonesia, menulis, “Agama adalah percaya akan adanya Tuhan yang maha esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada kepercayaan utusannya untuk kebahagian hidup manusia di dunia dan akhir”. Jelas Ali tidak sedang berbicara tentang agama secara umum, ia sedang mendefinisikan agama seperti yang dilihatnya dalam agama Islam. Ini adalah satu contoh sulitnya mendefinisikan tentang agama yang bisa diterima dalam arti umum.

Dalam Islam juga definisi tentang agama (ad-diin) bermacam-macam, pertama hadis nabi yang menyatakan :

قول النبي صلى الله عليه و سلم ( الدين النصحية لله ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم ) (البخاري)

Artinya: menurut beliau, agama adalah nasihat kepada Allah, rasulnya dan kesemua umat Muslim dan amat (budak)

Para ahli hadis mengatakan yang dimaksud dengan “Nasihat” di sini adalah menerima dengan patuh apa yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarangnya serta melakukan yang diwajibkan dan menjauhi  yang dibencinya. Dalam hadis lain, dikatakan  bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau, “Ya Rasululla, apakah Agama itu? Rasulullah bersabda “Akhlak yang baik”. Kemudian ia mendatangi nabi saw. Dari sebelah kanannya dan ia bertanya, “Ya rasulullah, apakah agama itu?” Dia bersabda, “Akhlak yang baik”. Kemudia ia mendatangi Nabi saw dari sebelah kiri, “apakah agama itu?” Dia bersabda, “Akhlak yang baik”. Kemudian ia mendatanginya dari sebelah belakang dan bertanya, “Apa agama itu? Rasulullah saw menoleh kepadanya dan bersabda, “belum jugakah engkau mengerti? Agama itu Akhlak yang baik sebagai misal, janganlah engkau marah”(al-Targhib wa al-Tarhib 3:405).

Untuk membahas tentang pengertian apa agama itu? Alangkah baiknya kita membahas agama dari segi bahasa terlebih dahulu. Secara Etimologi agama berasal dari bahasa sanksekerta. Akar kata a-gam-a, gam yang berarti pergi atau berjalan. Dalam bahasa belanda gam adalah gaan sedangkan dalam bahasa inggris gam sama dengan go. Dengan ditambah awalan a dan akhiran a, gam menjadai agama, yang berarti jalan. Jalan kemana? Dalam agama hindu,  jalan ke Nirwana.

Kata jalan dengan makna yang sama kita temukan pula dalam peristilahan Islam: Syariat, Thariqah, Shirathal Mustaqim. Dalam bahasa cina: Tao; peristilahan jepang: Shinto; dalam bahasa budha: jalan delapan. Yesus pernah berkata kepada para pengikutnya, “Ikutilah jalanku.” Memang di dalam makna agama-agama, umumnya  kita temukan maknanya  jalan”. Tetapi, ada juga yang mengartikan bahwa agama itu berasal dari bahasa Yunani a dan gama, yang artinya a itu tidak, sedangkan gama artinya jahat. Berarti kalau di gabungkan maka maknanya menjadi “ orang yang beragama atau menganut agama dengan baik maka mereka tidak akan berbuat kejahatan.  

Definisi agama menurut para ahli

1.    James Martineiau mengartikan agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak Ilai yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.

2.    Menurut Herbert Spencer, Agama adalah pengakuan bahwa segla sesuatu adalah manifestasi dari kuasa yang melaui pengetahuan kita.

3.    C.P. Tiele mengungkapkan, pada hakikatnya agama adalah diposisi atau kerangka berfikir yang murni dan luhur yang kita sebut dengan kesalehan.

Agama Primitif

Sebelum mengkaji agama primitive, kami akan mengelompokan agama ke dalam dua bahagian besar. Yaitu; pertama, agama wahyu. Kedua, agama budaya. Yang akan sedikit dijelaskan dalam ini adalah tentang agama budaya.

Mengenai agama budaya, jelas sekali  agama itu dilahirkan dari suatu pemikiran (filsafat) masyarakat tentang dunia alam ghaib, alam nyata, hidup dan mati. Pada agama Tao misalnya di pengaruhi oleh filsafat Lao Tze, agama Kong Hu Cu dibentuk oleh filosof Kong Hu Cu dan lain sebagainya. Dari pemikirian inilah kemudian lahir animisme, dinamisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme yang sekarang dikatagorikan sebagai kepercayaan dan kadang-kadang disebut sebagai agama alami.  

Manusia pada dasarnya memerlukan suatu bentuk kepercayaan kepada kekuatan ghaib. Kepercayaan ini akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup budayanya. Nilai-nilai itu kemudian melembaga  dalam tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena itu, tradisi sangat sulit berubanya dan kalau pn berubah sangat lambat.

Dalam sejarah kepercayaan umat manusia yang sudah ribuan tahun yang lalu, hanya tercatat beberapa perkembangan system kepercayaan kepada yang ghaib, yaitu dinamisme, animisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme. Kepercayaan dinamisme, animism yang dianggap sebagai awal dari kepercayaan umat manusia, dan sampai sekarang kepercayaan itu masih terdapat di berbagai lapisan masyarakat. Walaupun kepercayaan itu tidak seperti masyarakat primitive tetapi masih ada kemiripan, seperti meminta pertolongan kepada dukun, paranormal dan memakai cincin/benda tertentu agar terhindar dari bahaya dan bencana.

Dinamisme dan Animisme

Masyarakat primitive hidup dalam kesederhanaan dalam berbagai kehidupan, baik aspek materi maupn kepercayaan. Pada dasarnya hidup mereka tergantung pada alam yang ada disekitar mereka sebab alamlah satu-satunya sumber kehidupan bagi mereka. Karena itu, bagi mereka, alam merupakan factor yang sangat dominan. Namun terkadang alam yang mereka dambakan tersebut tidak selamanya memberikana keuntungan. Hal itulah yang menimbulkan kepercayaan bagi mereka bahwa alam memiliki kekuatan yang lebih dari manusia. Dalam masyarakat tertentu kekuatan itu dapat ditanggulangi dengan berbargai cara, misalnya pada zaman mesir kuno, sungai nil yang banjir dianggap roh sungai tersebut marah sehingga untuk meredakan kemarahannya, maka harus dikorbankan seorang gadis yang cantik.

Dari sinilah muncul kepercayaan bahwa setiap benda yang ada di sekeliling manusia mempunyai kekuatan misterius. Masyarkat yang menganut ajaran ini memberi berbagai nama pada kekuatan ghaib tersebut. Orang jepang memberinama kami, orang india hari dan shakti, orang pigmi di Afrika oudah dan orang-orang Indian di Amerika memberi nama wakan, orenda, orang Indonesia memberinama tuah. Sedangkan dalam ilmu perbandingan agana, kekuatan ghaib tersebut diberi nama mana.

Mana adalah kekuatan yang tersembunyi dan siapa yang di anggap mampu menguasainya, tentu dapat kedudukan terhormat dalam masyarakat. Tujuan manusia dalam kepercayaan yang mempunyai paham dinamisme adalah memperoleh mana sebanayak mungkain. Semakin bertambah mana seseorang, semakin bertambah terjamin keselamatannya. Sebaliknya semakin berkurang mananya semakin mudah dia dapat bahaya.

Animisme berasal dari kata latin anima yang berarti jiwa atau roh. Bagi masyarakat primitive, semua alam dipenuhi oleh roh-roh yang tidak terhingga banyaknya, tidak saja manusia dan binatang tetapi juga benda-benda yang tidak  hidup juga memiliki roh, sepert tulang atau batu. Jadi, animisme adalah paham tentang semua benda, baik bernyawa maupun tidak bernyawa mempunyai roh/jiwa.

Pengertian roh alam masyarakat primitive tidak sama dengan pengertian roh dalam paham masyarakat modern. Roh menurut anggapan masyarakat primitive mempunyai kekuatan dan kehendak, merasa senang dan susah. Kalau marah, dia bisa membahayakan hidup manusia. Oleh sebab itu, kerelaannya harus dicari dan harus diusahakan, agar dia tidak marah. Cara merayu roh itu agar tidak marah dengan memberi sesajian berupa makanan atau memberikan kurban kepadanya. Dalam kepercayaan animisme roh mengembara ke segala penjuru tanpa tujuan.

Politeisme

Kepercayaan kepada kekuatan ghaib yang meningkat menjadi kepercayaan pada roh disebut animism. Animism mengalami beberapa tahap perkembangan. Pada awalnya penganut animism mempercayai semua benda mempunyai roh. Kemudian dari sekalian banyak benda yang mempunyai roh. Ada yang lebih kuat sehingga menimbulkan pengaruh pada alam. Benda yang dianggap paling kuat itu kemudian dijadikan symbol penyembahan dan peribadatan.

Roh yang menjadi symbol penyembahan tersebut akhirnya diambil fungsi dan diberi nama sesuai dengan fungsi tersebut. Nama dari fungsi itu disebut dewa, seperti  Agni adalah dewa api pada masyarakat Babilonia. Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa kepercayaan kepada dewa-dewa berasal dari animism.

Kalau pada masyarakat animism dan dinamnisme, alam yang memiliki kekuatan yang melebihi manusia disembah dan ditakuti. Sedangkan, pada masyarakat politeisme kepercayaan itu, tidak lagi langsung kepada bendanya, lebih kepada fungsi benda itu yang ditakuti dan disembah. Karena itu, dalam masyarakat politeisme muncul kepercayaan kepada dewa yang sesuai dengan fungsinya masing-masing. Mislanya, dalam masyarakat yunani kuno, ada dewa  yang dipercaya untuk menetapkan nasib baik dan buruk bagi manusia disebut dewi fortuna. Dewi ini membagi-bagikan nasib baik/buruk kepada orang yang dikehendakinya.

Dewa-dewa dalam masyarakat politeisme mempunyai kedudukan yang sama. Namun, karena beberapa hal,  lama kelamaan beberapa diantara mereka mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari dewa-dewa lainya, misalnya dalam agama hindu ada dewa-dewa yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi seperti dewa Brahmana (dewa pencipta alam), Syiwa (dewa perusak), Wisnu (dewa pemelihara).  Kendati pun ada beberapa yang dewa yang memiliki kekuasan yang lebih, tetapi mereka juga bukan berarti tidak mengakui yang lainnya.

Dalam masyarakat politeisme terdapat pertetangan antara dewa dengan dewa yang lain, karena dewa-dewa itu tidak selamanya mengadakan kerjasama. Umpamanya, dewa kemarau bisa bertentangan dengan dewa hujan. Penganut politeisme kalau meminta hujan tidak cuma kepada dewa hujan tapi juga berdoa kepada dewa kemarau agar jangan menghalangi dewa hujan menurunkan hujannya

Henoteisme dan Monoteisme

Henoteisme adalah kepercayaan yang tidak dimenyangkal adanya tuhan banyak, tetapi mengakui satu tunggal sebagai tuhan yang disembah. Paham ini muncul karena adanya ketidak puasan terhadap pemahman tuhan yang dianut oleh politeisme.

Dewa/tuhan ini dianggap sebagai kepala atau bapak dari tuhan-tuhan yang lainnya. Umpamanya, Zeus dalam agma Yunani kuno, Brahmana dalam agama Hindu. Paham tuhan utama dalam agama ini bisa mengikat kepada paham   tuhan tunggal. Artinya tuhah utama adalah tuhan satu, yaitu tuhan nasional untuk satu bangsa dengan demikian fungsi dari tuhan-tuhan yang lain menjadi hilang. Paham ini belaum mencapai kepada kepercayaan monoteisme karena masih mengakui tuhan banyak.

Paham selanjutnya dari henoteisme  menuju ke monoteisme. Monoteisme adalah suatu paham yang tidak mengakui lagi adanya tuhan saingan/tuhan banyak dan hanya satu tuhan untuk seluruh alam.

Secara konsep, agama Islam yang paling mewakili monoteisme. Monoteisme Islam menitik tekankan pada zat Tuhan yang murni keesaannya. Keesaan Tuhan dalam Islam bukan genus (kumpulan) karena genus mengandung arti banyak, genus adalah kumpulan-kumpulan dari benda-benda, Tuhan juga bukan spesies (bagian) karena Dia tiak termasuk bagian dari benda-benda.

Monoteisme berbeda dengan politeisme tidak saja dalam jumlah Tuhan, tetapi juga dalam sifat dan bentuk kepercayaan masing-masing. Seorang monoteisme, kalau melihat sesuatu yang ganjil atau hebat akan berkata, “Alangka hebatnya” (dalam Islam Maa Syaa Allah). Tidak demikian dengan orang polities, dia akan mengucapkan “Oh, dewa baru.” Dalam masyarakat polities, setiap ada peristiwa luar biasa/misterius langsung didewakan, sehingga jumlah dewa orang polities bertambah banyak dan bahkan tidak terbatas jumlahnya.

 

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas ada suatu urutan yang logi dari perkembangan kepercayaan manusia. Mulai dari yang percapya pada benda yang memiliki kekuatan ghaib, kemudian benda itu memiliki roh, roh itu kemudian bertingkattingkat dan yang paling tinggi disembah. Penyembahan yang teratur pada roh meningkat jadi dewa, dan di antara dewa-dewa itu ada yang palong dimuliakan, dari beberapa dewa yang dimulyakan itu kemudian diambil menjadi satu dewa/tuhan untuk daerah tertentu, kemudian berkembang lagi menjadi seluruh alam. Urutan-urutan yang demikian menggambarkan sekaligus perkembangan pemikiran manusia dari bertumpu pada benda, berubah kepada berbagai fungsi dan akhirnya terbatas kepada satu fungsi. Fungsi itu terletak pada yang tertinggi dan yang paling sempurna. Inilah yang   di pahami oleh orang-orang monoteis


Daftar Pustaka

·         Jalaludin Rahmat, Psikologi Agama, mizan

·         Drs. Hendro Darmojo, M.A & Dra. Yeni Kaligis, M.Sc, Ilmu Alamiah Dasar, pusat penerbitan Universitas Terbuka.

·         Djam’annuri, Agama Kita, kurnia kalam semesta

·         Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, balai pustaka

·         Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, bulan bintang.

·         Drs. Amsal Baktiar, MA., Filsafat Agama, logos

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar